A. Pengertian Spiritual
Berawal dari penemuan Zohar dan Marshall
tentang SQ, Maka peneliti dan penulis muslim di Indonesia mulai banyak yang
tertarik dalam kajian tentang SQ. Pengertian kecerdasan spiritual dari berbagai
tokoh, antara lain:
Ary Ginanjar Agustian, kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberikan makna ibadah terhadap setiap prilaku dan
kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju
manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola tauhid (integralistik) serta
berprinsip “hanya kepada Allah”.[1]
Muhammad Zuhri mengatakan bahwa SQ adalah
kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan.[2]
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mampu memaknai tujuan hidup
manusia yang berimplikasi pada setiap prilakunya. Tujuan hidup manusia adalah
sebagai hamba Allah, sehingga dalam prilakunya selalu bersandar kepada Allah
dalam setiap urusannya dan taat menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
B. Kehidupan Ber-Tuhan dalam Membangun
Spiritual
Dalam konteks kecerdasan spiritual menyangkut
tentang kepuasan hidup, kebahagian, kedamaian dan ketenangan batin adalah
tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Semua itu tidak bisa diselesaikan
semata-mata hanya dengan pemenuhan kebutuhan material saja, tetapi lebih jauh
adalah kebutuhan jiwa atau batin.
Untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang
dihadapi, manusia dituntut untuk kreatif mengubah penderitaan menjadi semangat
(motivasi) hidup yang tinggi sehingga penderitaan berubah menjadi kebahagiaan.
Untuk membangun kecerdasan spiritual,
manusia harus selalu kontak dengan Tuhannya dalam setiap kehidupannya. Dalam
kehidupan, ber-Tuhan memiliki 3 aspek, antara lain:
1.
Memiliki
Tuhan
Yaitu
kesadaran seseorang akan kehadiran dan kepemilikan Tuhan yang diyakininya dalam
kehidupan akan keterbatasan dan kelemahanya.[3] Jika
seseorang merasa memiliki Tuhan dalam kehidupannya, maka ia tidak akan
khawatir, sedih dan mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupannya, ia akan
dibantu Tuhan dalam menyelesaikannya.
Dengan
kesadarannya, maka akan tumbuh rasa optimis, berani menghadapi segala tantangan
dan rintangan, rasa aman terlindungi, tenang, rasa damai sejahtera, dan
berkecukupan segala kebutuhan dan rasa bahagia sepanjang hayatnya.
Allah
berfirman:
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.”(QS. Al-Baqarah:186).
2.
Hidup
bersama Tuhan
Setelah
seseorang memiliki Tuhan, maka dalam kehidupannya ia menyadari kebersamaannya
hidup dengan Tuhannya. kemanapun dan dimanapun dalam keadaan apapun yang
dialaminya, Tuhan menyertai dan mengawasinya.
Allah
berfirman:
“Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(QS. An-Nisa’:1).
3.
Mengabdi
kepada Tuhan
Untuk
dapat memiliki dan agar Tuhan selalu hadir menyertai setiap langkah menyelesaikan
masalah hidup dan kehidupan, maka seseorang harus melakukan amaliah yang
disukai dan dikehendaki Tuhannya, yaitu melakukan penyembahan kepada-Nya.
Artinya seseorang hamba yang tunduk dan
patuh atas perintah dan larangan Tuhannya yang menjadi tujuan aktivitasnya.[4]
Allah
berfirman:
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”(QS. Az-Zariyat: 56)
Dari
pemaparan diatas, maka orang yang cerdas spiritualnya adalah:
1.
Orang
yang menjalankan hidup sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
2.
Orang
yang menyandarkan dari segala perbuatannya hanya kepada Allah.
3.
Orang
yang bekerja keras dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
4.
Orang
yang selalu menjalankan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.
Apabila
seseorang bisa menjalankan kehidupan ber-Tuhan, maka seseorang akan memiliki kecerdasan spiritual yang
tinggi, yaitu: Dari kesusahan menjadi kebahagiaan, dari kegelisahan menjadi
ketenangan, dari keburukan menjadi kebaikan, dan sebagainya.
C. Pengukuran SQ
Dalam pengukuran SQ, seseorang hanya diminta
mengisi (menjawab) poin-poin yang diajukan: tidak pernah (0), kadang-kadang
(1), sering (2), selalu (4). Setelah itu sekor dijumlahkan.
“Jika nilai total anda 100 (dari 25 pertanyaan yang diajukan) berarti anda
memiliki kecerdasan spiritual yang luar biasa” kata pencetus pengukuran tes SQ
ini, Prof. Dr. Khalil Kavari. [5]
Dengan demikian, kejujuran, kesungguhan dan
objektifitas orang yang hendak pertanyaan yang hendak menjawab pertanyaan yang
diajukan menjadi taruhan utama.
Berikut ini tes SQ yang dirumuskan oleh
Prof. Dr. Khalil Kavari.
NO
|
DAFTAR
PERTANYAAN
|
JAWABAN
|
NILAI
|
1.
|
Apakah Anda berdoa setiap hari?
|
|
|
2.
|
Apakah Anda berada dalam perjalanan menjadi lebih
baik?
|
|
|
3.
|
Apakah Anda memiliki keberanian berpendirian
pada kebenaran?
|
|
|
4.
|
Apakah Anda membimbing kehidupan sebagai
makhluk spiritualis?
|
|
|
5.
|
Apakah Anda merasa memiliki ikatan
kekeluargaan dengan semua manusia?
|
|
|
6.
|
Apakah Anda menganut standar etika dan moral?
|
|
|
7.
|
Apakah Anda merasa cinta dengan Tuhan dalam
hati?
|
|
|
8.
|
Apakah Anda menahan diri untuk tidak
melakuakan pelanggaran hukum meskipun Anda dapat melakukannya tanpa resiko
terkena sangsi?
|
|
|
9.
|
Apakah Anda mempunyai kontribusi terhadap
kesejahteraan orang lain?
|
|
|
10.
|
Apakah Anda mencintai dan secara aktif
melindungi planet ini?
|
|
|
11.
|
Apakah Anda mengurus kesejahteraan
binatang-binatang?
|
|
|
12.
|
Apakah perbuatan Anda sesuai dengan kata-kata
Anda?
|
|
|
13.
|
Apakah Anda bersyukur atas keberuntungan
Anda?
|
|
|
14.
|
Apakah Anda jujur?
|
|
|
15.
|
Apakah Anda amanah?
|
|
|
16.
|
Apakah Anda toleran terhadap perbedaan?
|
|
|
17.
|
Apakah Anda anti kekerasan?
|
|
|
18.
|
Apakah Anda bahagia?
|
|
|
19.
|
Apakah Anda tawadhu’(rendah hati)?
|
|
|
20.
|
Apakah Anda hemat sehingga tidak konsumtif
dan boros?
|
|
|
21.
|
Apakah Anda dermawan? Apakah Anda berbagi
keberuntungan dengan orang lain?
|
|
|
22.
|
Apakah Anda sopan santun?
|
|
|
23.
|
Apakah Anda dapat dipercaya?
|
|
|
24.
|
Apakah Anda terbuka saat Anda berinteraksi
dengan orang lain?
|
|
|
25.
|
Apakah Anda sabar dalam keadaan yang sangat
berat?
|
|
|
NILAI
TOTAL
|
|
|
Maka bisa
ditentukan, bahwa untuk menentukan nilai sebagai berikut:
1.
100 - 89 =
Sangat Tinggi.
2.
88 -
76 = Tinggi.
3.
75 -
63 = Sedang.
4.
62 –
51 = Rata-rata.
5.
50
-39 = Lemah.
6.
38
-26 = Rendah.
7.
25
-13 = Sangat Rendah.
8.
21 –
1 = Sangat Rendah Sekali.
D. Memgukur SQ Nabi Muhammad Saw
Rumusan yang dibuat oleh Prof. Dr. Khalil
Khavari tentang poin-poin yang diperlukan untuk mengetahui dan mengukur
kecerdasan spiritual merupakan rumusan yang kelihatan sederhana, tetapi pada
hakeketnya, hal tersebut bisa merupakan gambaran untuk mengukur derajat
“spiritual” seseorang.
Jika SQ Nabi Muhammad hendak diukur dengan
rumusan ini, bisa diklarifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
Hablun
min Allah (Hubungan Vertikal debgab Allah),
meliputi no: 1, 2, 4, 7 dan 13.
Untuk
pertanyaan nomer 1 ( apakah anda berdo’a setiap hari?) dan nomor 7 (apakah anda
merasa cinta kepada Tuhandi dalam hati?), bisa dipastikan nilai sekor Nabi
Muhammad Sawdala hal ini adalah 4. Sebab beliau adalah orang yang terus menerus
berada dalam spiritual dengan Tuhannya. Doa yang dipanjatkan beliau tidak hanya
setiap hari, tetapi dalam setiap aktivitasnya, sejak mau tidur, hingga bagun
tidur, mau makan, selesai makan,masuk WC, keluar WC, masuk mesjid, hendak
bebergian dan lain sebagainya. Dan juga berarti bahwa beliau membimbing
keghidupannya sebagai makhluk spiritual (poin nomor 4) dan menkadi berjalanan
menjadi baik (poin nomor 2).[6]
Sedangkan
pertanyaan nomor 13 (apakah anda bersyukur?),
Nabi Muhammad Saw
adalah seorang yang maksum (dijaga dari kesalahan yg dahulu dan akan
datang). Tetapi sejarah, terdapat dalam hadis shaheh” Sesungguhnya Rasulullah
selalu mengerjakan shalat hingga telapak kaki terpecah-pecah”. Dalam hal ini
ditanyakan kepada Rasulullah, “ Mengapa Rasulullahmasih mengerjakan ibadah
seperti itu? Padahal Allah telah mengampuni dosa yang terdahulu dan yang akan
dating”. Rasulullah menjawab “Apakah aku bukan termasuk hamba yang bersyukur?”
(Apabila kiata mendapatkan dan kita tidak menambah ketakwaan kepada Allah, maka
kita termasuk hamba yang tidak bersyukur).[7]
2.
Hablum
min an-Nas (Hubungan Horisontal dengan manusia),
meliputi no: 5, 9, 10, 11, 20, 21, dam 24.
Sedangkan
yang berhubungan dengan hablun min an-Nas, pertanyaan nomor 5 (apakah
anda memiliki ikatan kekeluargaan?) dan nomor 6 (apakah anda memiliki
kontribusi kesejahteraan terhadap orang lain?), kehidupan Nabi Muhammad Saw
membuktikan bahwa beliau adalah orang yang sangat mencintai orang lain, tidak
terbatas kepada keluarga atau dan kerabatnya, bahkan terhadap bahkan terhadap
orang-orang kafir yang memusuhi, mencaci maki dan berusaha membunuh beliau.
Beliau
juga seorang figure pemimpin yang tidak pernah mendahului kepentingan
pripadinya, sebelum kepentingan umatnya terpenuhi. Kedermawana beliau kepada
semua orang (pertanyaan nomor 21) juga sangat luar biasa. Sehingga Jabir ra
berkata: Rasulullah Saw tidak pernah dimintai apappun dan beliau mengatakan
“tidak”. Namun , meski beliau dermawan , bukan berarti beliau boros dan
menghamburkan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak berguna (pertanyaan nomor
20).
Interaksi beliau dengan para
sahabatnya juga dan penuh keterbukaan. Sering terjadi dialog antara beliau dan
para sahabatnya tentang berbagai hal. (pertanyaan nomer 24).
3.
Kematangan
kpeibadian dan etika social, meliputi no: 6, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 22, 23, dan 25.
Sedangkan
untuk pertanyaan nomor 9 (apakah anda mengurus kesejahteraan binatang?),
sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad Saw sanagat mencintai binatang.Bahkan
beliau pernah bersabda tentang seorang wanita yang masuk neraka gara-gara
seekor kucing yang diikat, tidak diberi makan. Sealian itu, ada seorang
laki-laki masuk surga gara-gara member minum seekor anjing yang sangat
kehausaan. Jadi, kesimpulannya, Nabi Muhammad sangat mencintai dan secara aktif
melindungi planet ini (pertanyaan nomor 10).
Untuk
pertanyaan apakah anda jujur (14), amanah (no15), toleran terhadap perbedaan
(16), anti kekerasan (17), tawadhu’(19), hemat (20), sopan (22), dapat
dipercaya (23) dan sabar dalam keadaan apapun (25), para sejarawan sepakat
bahwa nabi Muhammad memiliki keluhuran hati dan jiwa, rendah hati, jujur, tidak
suka bentuk penindasan dan kekerasan, pemaaf, enuh kasih sayangdan dapat
dipercaya. Belaiau menghadapi hidup dengan penuh kebahagiaan (pertanyaan nomor
18), karena beliau mempu melampui dan melewati kesedihan. Beliau memiliki
pendirian yang kuat untuk tetap
mempertahankan kebenaran (pertanyaan nomor 3). Beliau tidak pernah melanggar
peraturan ataupun perjanjian yang telah menjadi kesepakatan. Baliau tidak pernah
menyalahi apa yang telah dikatakannya. dan apa yang dilakukan oleh beliau.
(pertanyaan nomor 8 dan 12).
Dengan
demikian jika SQ Nabi Muhammad Saw hanya akan diukur dengan model pengukuran
yang dibuat oleh Khalil Khavari, dapat dipastikan bahwa skor Nabi Muhammad
adalah 100.[8]
Ketika
kita membicarakan Akhlak ibarat kita
mengarungi lautan bahkan membicrakan jagat raya ini, yamg tidak ada batasannya.
karena akhlak beliau adalah al-Quran.
E. Metode dan Penerapannya
Diantara metode
Nabi Muhammad Saw yang telah menghantarkan kesuksesan besar adalah
1.
Al-Qudwah (keteladanan)
Keluhuran
kepribadian yang dalam segala aspek kehidupanya yang disaksikan dan dirasakan
langsungoleh para peserta didik nya telah telah memberikan bekas yang mendalam
didalam kepribadian mereka. rasa simpati dan cinta (human sympathy and human
love) yang telah menjadi music
didalam jiwanya, mendapatkan respon yang dalam dari para pengikutnya.[9]
Sehingga
Dahlan dan Salam (2006) mengemukakan bahwa metode keteladanan merupakan metode
yang paling baik dan paling kuat pengaruh dalam pendidikan. Sebab melalui
metode yang ada orang akan melakukan proses identifikasi, meniru, dan
memeragakannya.[10]
Misalnya
anak didik akan selalu melihat dan meniru perilaku mereka (orang tua atau
guru), jika dia melihat merekan berdusta, maka tidak mungkin dia akan belajar
kebenaran.
2.
Al-Mau’idah
(nasehat)
Setiap
diri manusia potensial untuk terpengaruh oleh kata-kata yang di dengarnya,
sekalipun butuh pengulangan agar teserap dalam jiwa. Akhlak nabi adalah
al-Quran, maka nabi memerikan nasehat kepada para muridnya yang ada dalam
al-Quran sehingga menyerap ke dalan jiwa mereka.
Dahlan
dan Salam mengemukakan bahwa nasehat termasuk metode pendidikanyang memiliki
pengaruh yang baik dan efektif bagi prilaku anak. Anak biasanya senang
mendengar nasehat terutama orang-orang yang mereka cintai. Oleh karena itu,
seyogyanya menggunakan bahasa yang halus dan mudah di mengerti, di seleingi
dengan humor dan tidak dilakuka dengan terus menerus agar sia anak tidak bosan.[11]
3.
Pengamatan
dan Pengawasan
Orag tua ataupun
Guru , hendaknya berusaha mampu mengamati dan mengawasi prilaku anak secara kesinambungan.
Jika melakukan kabaikan maka berikanlah penghargaan dan dorongan agar lebih
baik lagi, apabila melihat keburukan maka segera cegah dan jelaskan akibatnya.
4.
Hukuman
dan Ganjaran
Kecerdasan,
keterampilan dan ketangkasan berbeda-beda, sehingga dalam temperamen
berbeda-beda. Apabila anak melakukan suatu keburukan maka anak diberikan
hukuman, dan apabila anak melakukan kebaikan, maka anak diberikan ganjaran baik
itu berupa lisan maupun dalam bentuk material.
Daftar Pustaka
Siswanto Wahyudi. 2010. Membentuk Kecerdasan Spiritual
Anak. Jakarta: Amzah.
Agustian
Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual:
The ESQ Way. Jakarta:Arga Wijaya Persada.
Nggermanto
Agus. 2002Quantum Quatient, Kecerdasan Quantum. Bandung: Nuansa.
Al-Jauharie
Imam Khanafie. 2010. Filsafat Islam Pendekatan Tematik. Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press..
Hasan Abdul Wahid.
2006. SQ Nabi. Jogjakarta: IRCisoD
An-Nawawi Muhammad Hasan. 2011. Fidul ar-Rahnman,(Cirebon: Kamalul
Mutaba’ah.
Komaruddin Ahmad. 2011. Moral,
Sumber Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
[1] Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual: The ESQ Way, (Jakarta:Arga Wijaya Persada, 2001), hlm. 57.
[2] Agus Nggermanto, Quantum Quatient, Kecerdasan Quantum,
(Bandung: Nuansa, 2002), hlm. 117.
[3] Imam Khanafie Al-Jauharie, Filsafat Islam Pendekatan Tematik,(Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2010), hlm.38.
[4] Ibid, hlm. 39.
[5] Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi, (Jogjakarta: IRCisoD,
2006), hlm. 82.
[6] Ibid, hlm. 138.
[7] Muhammad Hasan an-Nawawi, Fidul ar-Rahnman,(Cirebon: Kamalul
Mutaba’ah,2011 ), Juz. I, hlm. 18.
[8] Abdul Wahid Hasan, Op. Cit, hlm. 141-142.
[9] Ibid, hlm. 184.
[10] Ahmad Komaruddin, Moral, Sumber Pendidikan, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011), hlm. 68.
[11] Ibid, hlm. 69-70.