Monday 22 August 2016

MAKALAH ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI ILMU SAINS

A.    Ontologi Ilmu Sains
1.      Pengertian Ontologi Ilmu Sains
Istilah ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang seseungguhnya , dan logos yang berarti teori atau ilmu.[1] Noeng Muhadjir dalam bukunya “Filsafat Ilmu” mengatakan,ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa objek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas.[2]
Menerut Dr. Imam Khanafie Al-Jauharie, M.Ag dalam bukunnya yang berjudul Filsafat Islam Pendekatan Tematik Ontologi yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan denagn eksistensi keberadaan atau wujud segala sesuatu sampai pada aspek hakikat, realitas yang sejati dari sesuatu. dengan kata lain ontology merupakan sarana umtuk menjawab pertanyaan apa (what).[3]
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Persepektif mengatakan, ontologi membahas apa yang dingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.[4] 
Dalam mengklarifikasiakan segala yang ada, Ibnu Sina menggunakan cara yang sering dipakai oleh golongan mutakallimin, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua:
a)      Yang wajib ada (Wajibul Wujud)
b)      Yang mungkin adanya (Mumkinul Wujud)
Yang dimaksud dengan wajib adalah sesuatu yang tidak dapat digambarkan tidak adanya. Sedangkan yang dimaksud yang mungkin adalah yang terbayang adanya di samping terbayang tidak adanya. Wajib itu terbagi dua lagi, yaitu wajib bi-dzhatihi (wajib dengan zatnya), wajib bi-ghairihi (wajib dengan yang lainnya)
Yang dimaksud wajib dengan zatnya ialah sesuatu yang tidak bergantung kepada adanya sebab yang lain. dan itu pula wajib bi-dzhatihi ini hanya khusus mengenal Tuhan saja.
Yang dimaksud wajib dengan yang lainnya ialah sesuatu yang adanya berasal dari sesuatu benda lain dari zatnya sendiri. hal ini meliputi semua makhluk. Misalnya bilangan empat adalah wajib bi-ghairihi, sebab ia merupakan hasil dari bilangan 2+2, 3+1, atau 2x2. Juga kebakaran, tidak mungkin adanya kebakaran itu tanpa api dan benda yang terbakar bersama-sama.
Wajib bi-gharihi juga disebut mumkin bi-dhatihi (mungkin dengan zatnya) seperti diatas. Yang dimaksud dengan mungkin bi-ghairihi adalah segala yang terbayang karena sebab yang lainnya juga. Misalnya kelahiran seorang anak itu mungkin dengan sebab perkawinan suami-istri. atau tumbuhnya suatu pohon mangga yang besar adalah mungkin bagi sebutir biji mangga yang dilemparkan ditanah. Jadi kesimpulannya mujudaat ini ada tiga macam: wajib bi-dhatihi, yaitu Allah saja, wajib bi-ghairihi dan mungkin bi-ghairihi, keduanya adalah alam makhluk.[5]
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.
Jadi ontologi sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang hakikat dan struktur sains dan hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu sebenarnya dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-cabang sains.
2.      Pengertian Ilmu Sains
Salah satu corak pengetahuan ialah pengetahuan yang ilmiah, yang lazim disebut ilmu pengetahuan, atau singkatnya ilmu, yang ekwivalen artinya dengan Science dalam bahasa Inggris. Sebagaimana juga science berasal dari kata scio, scire (bahasa Latin) yang berarti tahu, begitu pun ilmu berasal dari kata ‘alima (bahasa Arab) yang juga berarti tahu. jadi baik ilmu maupun Science secara etimologis berarti pengetahuan. Namun secara terminologis ilmu dan Science itu semacam pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas.[6]
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional, empiris mengenai dunia ini dalam berbegai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.[7]
3.      Struktur Ilmu Sains
 Landasan ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris dan cendrung pada ilmu-ilmu kealaman. Manakala realitas yang dimaksud spirit atau roh, lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.[8]
Stuat Chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi ilmu pengetahuan atas tiga kelompok besar, yaitu:
a.       Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences):
1)      Biologi
2)      Antropologi
3)      Ilmu Kedokteran
4)      Ilmu Farmasi
5)      Ilmu Pertanian
6)      Ilmu Pasti
7)      Ilmu Alam
8)      Ilmu Teknik
9)      Geologi
10)   Dan lain sebagainya.
b.      Ilmu Kemasyarakatan (Social Science):
1)      Ilmu Hukum
2)      Ilmu Ekonomi
3)      Ilmu Jiwa Sosial
4)      Ilmu Bumi Sosial
5)      Sosiologi
6)      Antropologi Budaya dan Sosial
7)      Ilmu Sejarah
8)      Ilmu Politik
9)      Ilmu Pendidikan
10)  Publisitik dan Jurnalistik
11)  Dan lain sebagainya.
c.       Humaniora (Studi Humanitas, Humanities Studies)
1)      Ilmu Agama
2)      Ilmu Filsafat
3)      Ilmu Bahasa
4)      Ilmu Seni
5)      Ilmu Jiwa
6)      Dan lain sebagainya.[9]
Pada pembagian ilmu pengetahuan, hakikatnya adalah dua pembagian yaitu ilmu alam dan ilmu humniora, tetapi didalam Ilmu alam terdapat manusia yang berhubungan dengan kemasyarakat yang terkenal dengan makhluk sosial, maka pembagian ilmu pengetahuan atas tiga golongan dan pemasukan salah satu ilmu tertentu kedalam salah satu penggolongan hendaknya jangan dianggap tegas demikian (seperti: hitam dan putih). 
4.      Hakikat Ilmu Sains
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dalam ilmu Sains pada hakikatnya adalah sesuatu pengetahuan yang bisa diterima akal atau dengan kata lain rasional dan dapat dibuktikan secara empiris.
a)      Rasionalisme
Inti dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan yang sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya, adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu.[10]
Tokoh rasionalisme adalah Des Cartes (1596-1660 M), Spinoza (1632-1677 M) dan Leibniz (1646-1716 M).
b)      Empirisme
Aliran empirisme berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Francus Bacon (1210-1292 M) berpendapat pengetahuan yang sebenarnya adalah penetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta.[11]
Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang rasional dan didukung bukti empiris. mengenai contoh itu (jeruk berbuah jeruk) adalah rasional jeruk berbuah jeruk karena bibit jeruk berisi gen jeruk, tentu akan tumbuh menjadi jeruk dan akan berbuah jeruk, bukti empirisnya ialah buahnya ternyata memang jeruk. Dari formula itu daoat diketahui bahwa objek penelitian pengetahuan sains (pengetahuan ilmu) ialah objek yang empiris.[12]
5.      Prinsip Dasar Ilmu Sains
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
a)      Monoisme
Paham ini mengganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yamg asal berupa materi atau pun berupa ruhani.
Paham ini kemudian terbagi kadalam dua aliran:
1)      Materialisme
Aliran ini menggangap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan ruhani.
2)      Idealisme
Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, sesuatu yang tidak berbentuk dan menenpati ruang.
b)      Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua maca hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
c)      Pluralisme
Paham ini berpendapat segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
d)     Nihilisme
Sebuah doktrin yang tidak mengakui faliditas alternatif yang positif.
e)      Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.[13]

B.     Epistemologi Sains
1.      Pengertian Epistemologi Ilmu Sains
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme  dan logos. Episteme bisa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, teori.[14] Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pemgetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan epistemologi dalam pelbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, cariteology, kritika pengetahuan, gonosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah “filsafat pengetahuan”.[15]
J.A. Niels Mulder menuturkan epistemologi adalah cabang yang mempelajari tentang soal watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pemgetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi ialah pengetahuan pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain.
Jadi epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas sifat, metode dan keshahihan pengetahuan.[16]
2.      Objek Ilmu Sains
Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh objeknya. ada dua macam objek ilmu pengetahuan, yaitu:
a)      Objek materi
Objek material adalah seluruh lapangan atau bahan yang dijadiakan objek penyelidikan suatu ilmu.
b)       Objek forma
Objek Forma adalah objek material yang disoroti oleh suatau ilmu, sehingga membedakan ilmu yang satu dari ilmu lainnya, jika berobjek material sama.
Pada garis besarnya objek ilmu pengetahuan adalah alam dan manusia. Oleh karena itu ada ahli yang membagi ilmu pengetahuan atas dua bagian besar, yaitu: ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan manusia.[17]
3.      Sumber Ilmu Sains
Sebagai alat untuk mengetahui pengetahuan maka John Hospers dalam bukunya “An Introduction to Philosophical Analysis” mengemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut :
a)      Pengalaman Indera
Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar manusia melalui kekuatan indera. Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidaknormalan diantara alat-alat itu.
b)      Nalar
Nalar adalah cara berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud mendapatkan pengetahuan baru. ada dua asas yang pertama Principium Contradictionis ( dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin keduanya benar), kedua Principium Tertii Exclusi ( dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidk mungkin keduanya salah ).

c)      Otoritas
Otoritas menjadi sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
d)     Intuisi
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. dengan demikian sesungguhnya peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan. 
e)      Wahyu
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhankepada nabinya untuk kepentingan umatnya. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengatahuan karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
f)       Keyakinan
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang diperoleh melalui kepecayaan. segungguhnya antara sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas karena keduanya menepatkan bahwa alat lain yang dipergunakannya melalui kepercayaan. Perbedaannya wahyu secara dogmatis diikutinya yang berupa aturan-aturan agama adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan ( maturation ) dari kepercayaan. karena kepercayaan itu bersifat dinamis mampu menyesuaikan keadaan yang sedang terjadi. adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya.[18]
4.      Metode Ilmu Sains
Yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan tidaklah lain ialah (tercapainya) kebenaran. untuk mencapai tujuan, yaitu kebenaran maka ditempuhlah cara dan jalan tertentu yang dikenal dengan metode ilmu pengetahuan atau metode ilmiah.
a)         Metode Abduksi
Metode abduksi adalah semua proses yang terdiri dari mencari dan merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran ilmuan.
Fungsi abduksi yaitu menawarkan suaty hipotesis yang bisa memberikan penjelasan terhadap fakta-fakta itu. Oleh karena itu silogisme abduksi selalu mulai dari fakta, dan dari fakta itu dirumuskan sebuah hipotesis untuk menjelaskan fakta tersebut.[19]
b)        Metode Deduksi
Metode deduksi adalah pengujian atas hipotesis dapat dimulai dengan memeriksa implikasi eksperiensial (virtual prediction) dari hipotesis. Setelah seorang ilmuan memilih hipotesis, langkah berikut menyimpulkan prediksi-prediksi eksperensial dari hipotesia itu, mencatat dan menyeleksi prediksi serta pada akhirnya mengamati apakah prediksi itu terjadi atau tidak.[20]
c)         Metode Induksi
Metode induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal/particular tertentu untuk menarik kesimpulan tertentu. Dengan kata lain atas dasar sejumlah fenomena, fakta/data tertentu yang dirumuskan dalam proposisi-proposisi tunggal tertentu, ditarik kesimpulan yang dianggap sebagai benar dan berlaku umum.[21]
C.      Langkah-langkah Metode Ilmiah
Dari ketiga metode ilmiah, yaitu abduksi, deduksi dan induksi yang paling relevan adalah metode induksi, maka penulis hanya membahas tentang langkah-langkah yang dipakai dalam metode induksi.
Ada dua model metode induksi. Yang pertama dapat kita sebut metode induksi murni. Yang kedua metode induksi yang telah di modifikasi.
a.    Langkah-langkah metode induksi murni
1)   Identifikasai masalah
2)   Pengamatan dan pengumpulan data
3)   Merumuskan hipotesis
4)   Tahap pengujian hipotesis
a.    Langkah-langkah metode induksi yang teleh di modifikasi
1)   Identifikasi masalah
2)   Pengajuan hipotesis
3)   Penelitian lapangan
4)   Pengajuan hipotesis setelah melihat lapangan[22]

D.    Aksiologi Ilmu Sains
1.      Pengertian Aksiologi Ilmu Sains
Aksiologi berasal dari kata axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat didalam bukunya Jujun S. Surya Sumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[23]
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi tersebut terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

2.      Fungsi Ilmu Sains
“Scentific Standards of truth are not only possible standards of course” , tulis Prof. Herbert J. Muller dalam bukunya The Use of The Past, “But They Are Necessary standard of claims to liberal, factual, historical truth” (standar ilmiah suatu kebenaran tentunya bukanlah satu-satunya standar, namun standar ini penting untuk mencapai kebenaran yang sesuai dengan pembacaan, kenyataan dan sejarah).
Drs. R.B.S Fudyartanta, Dosen Psikologi di Universitas Gajah Mada, menyebutkan ada empat macam fungsi ilmu pengetahuan, yaitu:
a)      Fungsi Deskriptif
Menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu objek atau masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti
b)      Fungsi Pengembangan
Melanjutkan hasil penemuan yang lalu dan menemukan hasil ilmu pengetahuan ilmu yang baru
c)      Fungsi Prediksi
Meramalkan kejadian-kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha mengahadapinya.
d)     Fungsi Kontrol
Berusaha mengaendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.[24]
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi ilmu pengetahuan ialah untuk kebutuhan hidup manusia didalam berbagai bidangnya dan menjawab segala problematika kehidupan manusia.
3.      Nilai Ilmu Sains
Nilai adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengatahuan.[25]
Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topick penelitiannya, bebas dalam melakuakn eksperimen-eksperimen. kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidakmau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. bagi seorang ilmuan kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah yang sangat penting.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ia berada pada atau menjadi milik seseorang ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya dan sebagainya. Yang paling utama  dalam moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuan nilai dan norna-norma yang dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia menjadi ilmuan yang baik atau yang belum.[26]

E.     Implikasi ilmu Sains dalam pembelajaran PAI
Dalam pelaksanaannya integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi menemui beberapa  permasalahan  antara lain;
1.    Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Umat Islam
Berbicara tentang sumber daya manusia, umat Islam seharusnya dapat memberikan konstribusi yang besar linier sebanding dengan jumlahnya. Akan tetapi, dengan kuantitas yang besar, ternyata belum sebanding dengan kualitasnya. Masih banyak di antara umat Islam yang “Gaptek alias Gagap Teknologi”. Demikian halnya di kalangan dunia pendidikan kita, terutama di tingkat sekolah menengah ke bawah masih banyak guru yang hanya kaya dalam hal  pengetahuan agama, tetapi miskin  dalam pengetahuan umum. Selain itu masih banyak juga  siswa dan guru yang belum menguasai teknologi terutama dalam penggunaan komputer dan internet.
2.    Keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber bacaan materi keagamaan terutama yang berkaitan dengan sains, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya.
Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas. Tidak semua sekolah atau madrasah mempunyai dana yang cukup untuk pengadaan sarana dan prasarana yang memadai.
Banyak materi pendidikan agama yang membutuhkan pengkajian dan pembuktian secara ilmiah, namun karena tidak tersedianya tenaga ahli dan peralatan yang memadai sampai sejauh ini materi-materi itu hanya disampaikan secara dogmatis. Sebagai contoh tentang diharamkannya daging anjing dan babi, perbedaan status najis untuk air kencing bayi laki-laki yang dihukumi najis mukhaffafah, sedangkan air kencing bayi  perempuan dihukumi najis mutawasitah, juga terhadap air liur anjing yang dikatagorikan najis mughalladzah yang cara pensuciannya harus dibasuh sampai tujuh kali dan salah satunya harus diserta pasir atau debu,  tentunya ada rahasia atau hikmah  yang dapat diungkap di balik semua itu. Selain itu buku sumber rujukan yang digunakan oleh guru dan siswa masih membahas hal-hal yang berkaitan dengan materi agama semata belum banyak yang menghubungkan kebenaran ajaran agama dengan kebenaran sains.
3.    Sistem dan metode pendidikan yang diterapkan dalam proses kependidikan Islam masih belum seluruhnya mengintegrasikan sains dan teknologi.
Bila dianalisis lebih jeli, selama ini khususnya sistem pendidikan Islam seakan-akan masih terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi. Ada pemisahan antara keduanya sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan umat Islam belum mau ikut andil dan berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sebagai permisalan, tentang sains sering kali umat Islam fobia dan merasa sains bukan urusan agama. Jadi ada pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya berorientasi dunia saja.
Pada sistem pendidikan kita yang telah berjalan  terdapat dikotomi antara sains dan  ilmu agama yang telah melahirkan dua jenis manusia yang ekstrim ; sistem pendidikan agama yang melahirkan manusia yang hanya berfikir kepada fikih, halal haram dan kurang memperdulikan kemajuan pembangunan material, sementara sistem lainnya hanya melahirkan manusia yang pandai membuat kemajuan dan pembangunan material tetapi makin jauh dari Allah.  Nilai urgensi pengembangan studi sains dan agama khususnya Islam di banyak Perguruan Tinggi sampai sekarang masih terasa parsial dan terpotong-potong. Agama dan Islam sebagai paradigma keilmuan masih ditempatkan sebagai “pelengkap” bahasan-bahasan sains yang artifisial. Keberadaannya hanya tak lebih dari sekedar penjustifikasi konsep-konsep sains dan  belum menjadi sebuah paradigma keilmuan yang holistic yang di dalamnya  mensyaratkan elaborasi-elaborasi saintifik sesuai konsep ilmu yang ada.[27]
4.    Sejauh ini Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada peserta didik dianggap belum mampu mengantisipasi dampak-dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi seperti terjadinya krisis moral dan krisis social yang kini makin menggejala dalam kehidupan masyarakat. Kemajuan dalam bidang sains dan teknologi telah menimbulkan perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan manusia. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral dan kemanusiaan. Seharusnya Pendidikan Agama Islam  mampu berperan  sebagai perisai dan filter bagi peserta didik dalam menangkal  dampak-dampak negatif perkembangan sains dan teknologi pada masa sekarang ini.
Namun kenyataannya pendidikan Agama masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Rasdianah seperti  dikutip oleh Muhaimin ada beberapa kelemahan dari Pendidikan Agama Islam di sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan agama Islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu (1) dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada fatalistic; (2) bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama; (3) bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan pribadi; (4) dalam bidang hukum ( fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan jiwa hokum Islam; (5) agama Islam cenderung diajarkan sebagai norma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan pada kemajuan ilmu pengetahuan; (6) orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.[28]
5.    Belum seluruhnya Guru Agama Islam memiliki kompetensi menjadi   guru  agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan.
Guru sebagai komponen utama dalam pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan sains dan teknologi, menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral serta spiritual. Oleh karena itu, diperlukan seorang guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi personal-religius dan kompetensi professional religious serta dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya . Keberadaan guru, apalagi guru Pendidikan Agama Islam tidak bisa digantikan oleh sumber-sumber belajar yang lain. Hal ini karena guru Pendidikan Agama Islam tidak semata-mata berperan dalam kegiatan transfer of knowledge saja, tetapi juga berperan dalam kegiatan transfer of value. Namun kenyataannya, masih banyak guru Pendidikan Agama Islam yang belum bisa menulis ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar, belum bisa membaca  Al-Qur’an yang benar dan baik sesuai dengan ilmu tajwid, tidak mampu menjawab masalah fiqih sederhana yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, kurang menguasai sejarah Islam dan seterusnya apalagi penguasaan materi lintas ilmu sains.

F.     Upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan dalam mengintegrasikan  Pendidikan  Agama Islam  dengan sains dan  teknologi.
Untuk menjawab beberapa permasalahan di atas sebagai upaya untuk merealisasikan integrasi pendidikan Agama Islam dengan Sains dan teknologi sebagaimana yang diharapkan, maka upayanya adalah sebagai berikut :
1.            Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.
2.            Salah satu komponen pendidikan adalah sarana dan prasarana yang memadai.
3.             Sistem dan metodologi pendidikan yang tepat guna dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan sains dan teknologi.
4.            Guru agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan harus memiliki kompetensi yang mencerminkan guru yang professional pula[29]





SIMPULAN

1.      Dalam  pendekatan ontologi, ilmu Sains terdiri dari dua unsur :
a)      Masalah Rasional
Dalam sains , pernyataan atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio
b)      Masalah Empiris
Hipotesis yang dibuat tadi diuji ( kebenaranya ) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk  menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen
2.      Dalam epistemologi, masalah yang terpenting adalah sumber ilmu sains yang terdiri dari enam sumber, antaralain:
a)      Pengalaman Indra
b)      Nalar
c)      Otoritas
d)     Intuisi
e)      Wahyu
f)       Keyakinan
3.    Dalam aksiologi ilmu sains, berbicara tentang nilai objektif  yaitu seorang ilmuan bebas dalam menentukan topic penelitiannya dan bebas dalam melakukan eksperimen-eksperimen.  Sedangkan nilai dan  norma moral harus berada bpada etika keilmuan, sehingga bagi seorang ilmuan nilai dan norna-norma yang dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia menjadi ilmuan yang baik atau yang belum.
4.    Ada beberapa macam metode ilmiah, antara lain metode abduksi, deduksi dan induksi. tetapi yang relevan dalam ilmu pengetahuan adalah metode induksi.
5.    Langkah-langkah dalam metode induksi
a.    Langkah-langkah metode induksi murni
1)   Identifikasai masalah
2)   Pengamatan dan pengumpulan data
3)   Merumuskan hipotesis
4)   Tahap pengujian hipotesis
b.    Langkah-langkah metode induksi yang teleh di modifikasi
1)   Identifikasi masalah
2)   Pengajuan hipotesis
3)   Penelitian lapangan
4)   Pengajuan hipotesis setelah melihat lapangan
6.      Upaya dalam mengintegrasikan pendidikan agama Islam dan ilmu sains mengalamai kendala antara lain
a.    Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.
b.    Salah satu komponen pendidikan adalah sarana dan prasarana yang memadai.
c.     Sistem dan metodologi pendidikan yang tepat guna dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan sains dan teknologi.
d.   Guru agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan harus memiliki kompetensi yang mencerminkan guru yang professional pula



DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo. 2010. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar . Cet. V. Jakarta: Bumi Aksara.
Bakhtiar Amsal. 2011. Filsafat Ilmu.  Cet. X. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Al-Jauharie Imam Khanafie. 2010. Filsafat Islam (Pendekatan Tematik). Pekaalongan: STAIN Pekalongan Press.
Hamami M. Abbas. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal Filsafat Pengetahuan). Yokyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM.
Syadali Ahmad, Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Anshari Endang Saifuddin, 1987. Ilmu, Filsafat dan Agama. Cet. VII. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Keraf A. Sonny, Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan (Sebuah Tinjauan Filosofis). Cet. XII. Yokyakarta: Kanisius.
Tafsir Ahmad. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. VI. Bandung: Remaja Rosda Karya.
http://blog.uin-malang.ac.id/ahmadbarizi/2010/06/26/panduan-riset-integrasi-sains-dan-islam/, diakses 30 Juni pukul 10.00 WIB.
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Di Sekolah. Bandung: Rosdakarya.
Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1994. Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.





[1] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,2010), Cet. V, hlm. 158.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. X, hlm. 133.
[3] Imam Khanafie Al-Jauharie, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik),(Pekaalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010), hlm. 3.
[4] Amsal Bakhtiar, Op. Cit, hlm. 133.
[5] Ahmad Syadali, Mudzakir, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 176-177.
[6] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), Cet. VII, hlm. 47.
[7] Surajiyo, Op. Cit, hlm. 56.
[8] Surajiyo, Op. Cit,  hlm. 48.
[9] Endang Saifuddin Anshari, Op. Cit, hlm. 55-56.
[10] A. Sonny Keraf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan (Sebuah Tinjauan Filosofis), (Yokyakarta: Kanisius, 2001), Cet. XII, hlm.43-44.
[11] Ahmad Syadali, Mudzakir, Op.Cit, hlm. 103.
[12] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2014), Cet. VI, hlm. 3-4.
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 135-148.
[14] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,2010), Cet. V, hlm.  24.
[15] M. Abbas Hamami, Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal Filsafat Pengetahuan),  (Yokyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM, 1976), hlm. 1.
[16] Surajiyo, Op. Cit, hlm. 25-26.
[17] Endang Saifuddin Anshari, Op. Cit, hlm. 50.
[18] Surajiyo, Op. Cit, hlm. 29-30.
[19] A. Sonny Keraf, Mikhael Dua,  Op. Cit, hlm, 92-93.
[20] Ibid, hlm. 97.
[21] Ibid, hlm. 99.
[22]Ibid,  hlm. 106.
[23] Ibid, hlm. 163.
[24] Endang Saifuddin Anshari, Op. Cit, hlm. 60-61.
[25] Amsal Bakhtiar, Op. Cit, hlm. 165.
[26] Ibid, hlm. 171.
[27] http://blog.uin-malang.ac.id/ahmadbarizi/2010/06/26/panduan-riset-integrasi-sains-dan-islam/, diakses 30 Juni pukul 10.00 WIB.
[28] Muhaimin, . Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Di Sekolah , (Bandung ; Rosdakarya., 2001),hlm. 85.
[29] Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar. 1994), hlm. 103.

No comments:

Post a Comment