I.
Pendahuluan
Dengan perkambangan zaman pemahaman
hukun islam sering menjadi ajang perdebatan dikalangan para Ulama adalah dalam
hal relevansi maupun aktualisasi hukum itu sendiri, terutama bila dikaitkan
dengan keadaan tempat maupun zaman,
karena kurang memperhatikan aspek kontekstualisasi dari pemahaman dan
pengalaman. Oleh karena itu aliran Neomodernisme Islam menjadi trobosan dalam
perkembangan zaman yang menggunakan pemahaman dalam berbagai aspek kehidupansebagai
upaya mensistematisasikan pemahaman hokum Islam agar lebih rasional ,
khomperensif dan relevan denagan situasi yang berkembang.
II.
Penegasan
Istilah dan Latarbelakang Kemunculnya
A.
Penegasan Istilah
Kata “Aliran” berarti: haluan
pendapat (politik, pandangan hidup). Yang dimaksud di sini adalah aliran
pemikiran keagamaan khususnya berkenaan dengan pemikiran Islam.
Sedangkan istilah Neomodernisme
Islam adalh nama aliran pemikiran Islam yang dipopulerkan oleh Prof. Dr. Fazlur
Rahman.
Dari kutipan diatas sudah jelas
bahwa Aliran Neomodernisme adalah aliran pememikiran baru dalam Islam yang
dimotori oleh Prof. Dr. Fazlur Rahman asal Pakistan.[1]
B.
Latarbelakang
Menurut Fazlur Rahman, munculnya
aliran neomodernisme Islam dilaterbelakangi oleh beberapa perkembangan
pemikiran Islam sebelumnya. Ada empat gerakan pemikiran yakni:
Revivalisme
Paramodernis, gerakan ini muncul pada abad ke 18 dan
19 di Arabia, India, Afrika. Suatu gerakan yang tidak terkena sentuhan Barat,
yang mempunyai ciri; himbuan untuk kembali kepada Islam sejati dan melakukan
pembaharuan lewat kekuatan bersenjata (jihad) jika perlu.
Dernisme
Klasik, gerakan ini muncul pada pertengahan abad ke-19 dan
awal abad ke-20 di bawah pengaruh ide-ide Barat, yaitu perluasan isi ijtihad,
seperti hubungan akal dengan wahyu. Usaha modernisme klasik dalam menciptakan
kaitan yang baik antara pranata-pranata Barat dengan tradisi Islam melalui
sumber al-Quran dan Nabi. Hakikat penafsiran gerakan ini didasarkan pada
al-Quran dan Sunnah Historis (bigrafi Nabi) sebagaimana dibedakan dengan Sunnah
Teknis (yakni yang terdapat dalam hadist-hadist), tetapi bersifat skieptisme,
karena tidak ditompang dengan kritisisme ilmiah.
Neorevivalisme
atau Revivalisme Pasca Modernis, gerakan ini
mendasari dirinya pada basis pemikiran modernisme klasik bahwa Islam itu
mencakup segala aspek kehidupan, baik individu maupun kolektif.
Neomodernisme,
yang
dipelopori oleh Fazlur Rahman, gerakan ini mengembangkan sikap kritis terhadap
Barat maupun terhadap warisan-warisan kesejarahan sendiri. Berdasarkan urian
diatas munculnya neomodernisme Islam disebabkan tuntunan zaman yang semakin
berkembang namun kurang dapat diantisipasi oleh berbagai pemikiran keislaman yang
mapan secara historis maupun metodologi keislaman dan rasional.[2]
III.
Biografi
Pelopor Aliran Noemodernisme Islam
A.
Sejarah Kelahiran Fazlur Rahman
Fazlur Rahman dilahirkan ditanggal
21 september 1919 yang letaknya di Hazzara
sebelum terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan.[3]
Rahman dibesarkan dalam madzhab Hanafi. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri Fazlur
Rahman juga seorang rasionalis didalam
berfikirnya, meskipun ia mendasarkan pemikirannya pada al-Quran dan as-Sunnah.
Fazlur Rahman dilahirkan dari
keluarga miskin yang taat pada agama, ketika hendak mencapai usia 10 tahun ia
sudah hafal al-Quran walaupun ia dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
pemikran tradisional akan tetapi ia tidak seperti pemikir yang tradisional yang
menolak pemikiran modern, bahkan Ayahnya berkayakinan bahwa Islam harus
memandang modernitas sebagai tantang dan kesempurnaan. Ayahnya Maulana
Shihahabudin adalah alumni dari sekolah Menengah terkemuka di India, Darul Ulum Deoband, meskipun Fazlur
Rahman tidak sekolah di Darul Ulum, ia menguasai kurikulum Dares Nijami yang ditawarkan di lembaga tersebut dalam kajian perivat
dengan Ayahnya, ini melengkapi latar belakangnya dalam memahami Islam
tradisional dengan perhatian khusus pada ilmu-ilmu dasar, seperti: Fiqih, Ilmu
Kalam, Hadist, Tafsir, Mantiq, dan Filsafat.
B.
Pendidikan dan Karir
Setelah mempelajari ilmi-ilmu dasar
dari Ayahnya, ia melanjutkan Pendidikan akademisnya diperoleh dari Punjab University Pakistan, yang memberi
gelar MA, dalam sastra Arab pada 1942.[4]
Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan Rahman terhadap mutu pendidikan tinggi
Islam di negeri-negeri Muslim.
Pada tahun 1946 ia pergi ke Oxford University di Inggris, dengan
mempersiapkan disertasi dengan psikologi Ibnu Sina di bawah pengawasa Professor
Simon Van Den Berg dan disana ia memperoleh gelar Ph.d secara akademis pada
1951.[5] Selama
belajar di Oxford Universty selain mengambil dan mengikuti
kuliah-kuliah formal, ia juga giat mempelajari bahasa-bahasa Barat. Rahman setidaknya
menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Prancis, Jerman, disamping bahasa
Turki, Persia, dan bahasa Arab, serta Urdu sendiri. Penguasaan bahasa-bahasa
tersebut, pada gilirannya, sangat membantu upayanya dalam memperdalam dan
memperluas wawasan keilmuannya, khususnya dalam studi-studi Islam, lewat
penulusuran terhadap literature-literatur keislaman yang ditulis oleh para
orientalis dalam bahasa-bahasa mereka.[6]
Setelah menamatkan pendidikannya di
Oxford, ia tidak langsung pulang ke negeri asalnya Pakistan, hal ini disebabkan
karena ia adalah seorang sarjana Islam yang terdidik di Barat, bahkan
sebelumnya ia telah dinilai sebagai pemikir Islam yang kontroversi di
negaranya, dan juga pada masa itu-bahkan dewasa ini-terdapat anggapan umum
bahwa merupakan suatu hal yang aneh jika seorang muslim pergi ke Barat untuk
belajar Islam disana; dan kalaupun ada yang berani mengambil keputusan semacam
itu, maka ia tidak akan diterima kembali di negeri asalnya. Untuk itu mengambil
keputusan untuk semantara menetap di Barat.
ia mengajar bahasa Persia dan
Filsafat Islam beberapa saat di Durhan
Universty di Inggris, pada tahun 1950-1958.
Ia meninggalkan Inggris, kemudian
di Institute of Islamic Studies, Mc Gill
Universty di Kanada, sebuah lembaga pendidikan bergengsi yang banyak
menghasilkan pemikir dan agamawan muslim terkemuka. Antara lain di Indonesia;
Prof. Dr. HM. Rasyidi, Prof. Dr. H.A Mukti Ali, Prof. H.Munawir Sadzali, MA dan
Prof. Dr. Harun Nasution. dimana ia menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy.[7]
Di awal dekade 1960-an, Rahman
kembali ke asalnya, Pakistan, dan menjabat selama beberapa waktu sebagai salah
seorang senior pada Insitute of Islam
Research. Pada tahun 1962-1968, ia ditunjuk sebagai direktur lembaga riset
oleh persiden Ayyub Khan. Disamping itu, ia juga diangkat sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology (Anggota
Dewan Penasehat Ideologi) Pemerintah
Pakistan (1964).[8]
Namun usaha Rahman sebagai seorang pemikir modern di tentang keras oleh para ulama
tradisional-fundamentalis.[9]Kontroversi-kontroversi
yang muncul dari gagasan Rahman tentang pewahyuan dan al-Quran menimbulkan
reaksi keras yang tercermin dalam aksi demontrasi, kekacuan, dan bahkan
pemogokan masa dan mahasiswa. Ia menganggap gerakan masa ini berbau politis,
sebagai bentuk ketidak setujuan pada Persiden Ayyub Khan saat itu. Sehingga ia
mengundurkan diri selaku direktur Lembaga Riset Islam, tetapi ia masih tetap
menepati posisi sebagai anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam Pemerintaha
Pakistan. Akan tetapi jabatan ini akhirnya dilepasnya pada tahun 1969.
Setelah pengundurannya, akhirnya ia
memutuska hijrah ke Chicago (Amerika). Sejak tahun 1970 ia menjabat sebagai
Guru Besar Kajian Islam dalam berbagai Aspeknya di Departement of Near Estern Languagges and Civilization Universty of
Chicago.
Kehidupan rahman ke salah satu
sarang orientalis Barat ini tentunya menimbulkan tanda Tanya besar, dan
tampaknya oposisi dari kalaangan tradisional dan fundamentalis Pakistan
termasuk Abul A’la Maududitelah membutnya berfikir bahwa negeri asalnya itu
termasuk juga negeri-negeri Muslim lainnya belum siap menyediakan milieu
(lingkungan)kebebasan intelektual yang bertanggung jawab.
Fitalitas kerja intelektual pada
dasarnya bergantung pada kebebasan intelektual. Pemikiran dan pemikiran bebas
merupakan dua katayang sinonim, dan seseorang akan berharap bahwa pikiran akan
bisa hiduptanpa kebebasan pemikiran Islam, sebagaimana halnya dengan seluruh
pemikiran, juga membutuhkan kebebasan yang menjamin perbedaan pendapat,
konfrontasi dan pendangan-pandangan dan perdebatan antara gagasan-gagasan
tersebut.[10]
Karena di Barat kebebasan
intelektual itu diperoleh Rahman, maka tentu saja ia tidak segan-segan hijrah
ke sana dari pada berkubang di Pakistan atau negeri-negeri Muslim lainnya yang
belum dewasa secara intelektual.
Dalam hal ini Dr. Ahmad Syafi’i
Ma’arif, murid Rahman mengatakan:
Bila
bumi muslin belum “peka” terhadap himbuan-himbuannya (Rahman), maka bumi lain,
yang juga bumi Allah, telah menampungnya, dan dari sanalah ia menyusun dan
merumuskan pemikiran-pemikirannyatentang Islam sejak Tahun 1970. Dan ke sanalah
pula bebrapa mahasiswa Muslim dari berbagai Negeri Muslum belajar Islam
dengannya.
C.
Karya-karya
Buku Karya Fazlur Rahman:
1)
Am
Is 1996.
2)
Islam Methodology in History 1965.
3)
Propecy
in Islam.
4)
Major
Themes of The Qur’an (1980).
5)
The
Philosophy Mulasadra.
6)
Islam
and Modernism Transformative of on Intelektual Tradition (1982).
Artikel Karya Fazlur Rahman:
1)
Some
Islamic Issues in The Ayyub Khan Era.
2)
Islamic
Challenges and Opportunist.
3)
Forward
Reformulating The Methodology of Islam Law: Syaikh Yamani on Public Interest in
Islamic Low.
4)
Islam
Legency and Contemporary Challenges.
5)
Islam
in The Contempopary World.
6)
Root
of Islamic Neo Fundamentalism.
7)
Change
and The Muslim Word.
8)
The
Impact of Modernity on Islam.
9)
Islam
Modernism It’s Scope, Method and Alternative.
10)
Divines
Revalation and The Prophet.
11)
Interpreting
The Qur’an.
12)
The
Qur’anic Concept of God, The Universe and Man.
IV.
Perkembangan
Pemikiran Fazlur Rahman
Secara sederhana, perkembangan
pemikiran Fazlur Rahman terbagi kepada tiga priode; priode awal (dekade 50-an),
priode Pakistan (dekade 60-an), dan priode Chicago (dekade 70-an dan
seterusnya).
Pada priode awal, kajian keislaman
Rahman lebih bersifat historis, yaitu pendekatan yang melihat sisi Islam bukan
dari sisi al-Quran dan Sunnah secara ansich,
melainkan Islam yang sudah menjadi realitas dalam kehidupan baik secara
individu maupun masyarakat. Priode ini berlangsung semenjak Rahman sampai
dengan kepulangan ke negarinya Pakistan.[12]
Pada priode kedua, bersifat
normatif, suatu upaya untuk merumuskan kembali Islam dalam rangka menjawab
tantangan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat muslim kontemporer, bagi Pakistan
khususnya. Perubahan ini didasari oleh kontroversi yang terjadi di Pakistan
antara kalangan modernis di satu pihak dan tradisionalis dan fundamentalisdi
pihak lain. Kontribusinya ia tunjukan dalam bentuk buku yangberjudul Islamic
Methodologyin History. Buku ini memperlihatkan pemikirannya mengenai evolusi
historis empat prinsip dasar pemikiran Islam. Yaitu Quran, Sunnah, Ijtihad dan
Ijma’ serta peran actual prisip-prinsip tersebut terhadap perkembangan Islam
itu sendiri. [13] Tetapi
priode kedua ini, belum memiliki metodologi yang sistematis.
Pada priode ketiga, mencakup hampir
seluruh kajian Islam normatif maupun historis. Pada priode ini Rahman telah
berhasil memperlihatkan kemandirian dan orisinalitanya dalam mengusulkan metode
yang sistematis dan khomperhensif untuk memahami al-Quran. Pemahaman itu
dilakukan dalam upaya mencari obat penawar kritis pempkira Islam dan memberikan
alternative solusi atas problem-problem umat dewasa ini. [14]
Dua pendekatan dasar yang dilakkan
Fazlur Rahman untuk pengetahuan modern telah dipakai oleh teoritis Muslim
modern sebelumnya,
1)
Bahwa memperoleh pengetahuan modern
hanya dibatasi pada bidang teknologi praktis, karena pada bidang pemikiran
murni kaum muslimin tidaklah memerlukan produk intelektual Barat, bahkan produk
tersebut harus di hindari, karena mungkin sekali akan menimbulkan keraguan dan
kekacuan dalam pemikiran muslim, yang pada akhirnya system kepercayaan Islam
tradisional telah membarikan jawaban-jawaban yang memuasaskan bagi
pertanyaan-pertanyaan puncak menganai pandangan dunia.
2)
Bahwa kaum mualimin tanpa takut bisa dan
harus memperoleh tidak hanya teknologi baru saja, tapi juga intelektualismenya
karena tak ada satu jenis pengatahuan pun yang merugikan, dan bahwa bagaimana
juga sains dan pemikiara murni dulutelah dengan giat dibudayakan dengan kaum
muslimin terdahulu pada awal abad pertengahan, yang kemudian diambil alih oleh
Eropa sendir, secara yakin terdapat berbagai nuansa dari dari beberapa
pandangan ini, dan posisi-posisi “tengah”, misalnya yang mengatakan disamping
teknologi sains murni juga berguna akan tetapi pemikiran murni Barat modern
tidak, atau pandangan yang lebih baru bahwa teknologi bahkan bisa merugikan
tanpa pendidikan etika yang memadai. [15]
Pendekatan yang pertamadiyakini
Rahman sebagai jawaban yang tepat problem modernisasi Islam.
Gagasan bahwa teknologi modern yang
“bermanfaat” dapat diperkenalkan pada suatu masyarakat sambil tetap bisa
memelihara integritas tradisi Islam tentu saja gagasasan yang naïf. Tatapi
justru sebaliknya modernisasi teknologi dengan sendirinya melibtkan
wasternisasi besar-besaran.
Yang ingin ditegaskan disini untuk
memutuskan dan membarikan arahan untuk lebih memperjelas masalah, pertama umat
isalm harus bisa membuat perbedaan antara Islam normatif dan Islam historis. [16] Jadi
disini sebagai jarak atau ganti dari ruang “historis” suatu ruang rasional
menjembatani masa lampau dan masa kini.
Metode yang digunakan Rahman adalah
1)
Metode kritik sejarah (the critical
history methode). Yaitu pendekatan kesejarahan yang pada prinsipnya bertujuan
menemukan fakta-fakta objektif secara utuh dan mencari nilai-nilai tertentu
yang terkandung di dalamnya.
2)
Metode penafsiran sistematis (the
systematic interpretation method). Yaitu penafsiran yang harus didasari
intelektual.
3)
Metode gerakan ganda (a double movement). Yaitu gerakan dari
situasi sekarang ke masa al-Quran diturunkan, kemudian gerakan kembali kemasa
sekarang.
Contoh masalah aktual tentang hukum
kekeluargaan Muslim ( poligami):
Fazlur Rahman dengan
Neomodernismenya berpendapat bahwa al-quran sebenarnyadalam menerima poligami
hanya bersifat sementara, dan membuat perbaikan terhadapnyalewat
rancangan-rancangan hokum. Secara moral pada hakikatnya al-Quran lebih menuju
pada konsep monogami.
Indonesia terlah mengeluarkan
larangan poligami, kalau tidak mendapatkan izin dari istri pertama. Islam memang
tidak melarang poligami, tapi tidak memudahkan. Apa mudah berbuat adil terhadap
istri-istri.
Didalam surat an-nisa :29,
berdasarkan ayat tersebut membenarkan poligami itu merupakan kebijaksanaan
al-Quran karena kebiasaan social Arab, tetapi pada hakikatnya, ide moral
al-Quran adalah monogami.
V.
Signifikansi
Pemikiran Neomodernisme Islam
Secara umum bahwa setiap
pemikiran akan berkembang dalam masyarakat bila didukung oleh beberapa faktor, pertama, ketokohan orang yang membawa
ide, kedua, kekuatan ide yang
dikembangkan, ketiga, momentum
sejarah yang membarikan peluang, keempat,
literature yang memuat ide-ide yang dipasarkan secara meluas, kelima, para pengikut atau murid si
pembawa ide yang banyak berguru dengannya, keenam,
ide yang dimunculkan bersifat baru dan actual sehinngga mennarik dijadikan
bahan kajian, ketujuh, berkembangnya
ide tidak lepas dari peran forum-forum ilmiah separti seminar, kajian-kajian dan
studi ilmiah.
Berdasarkan kreteria-kreteria diatas, bahwa pemikiran neomodernisme
Islam melebar sayapnya. Hal ini dapat dibuktikan
Pertama, pengaruh Neomodernisme
Islam dapat kira simak lewat karya-karya murid Rahman seperti Ahmad hasan yang
tesie-tesis utamanya tentang perkembangan syari’ah maupun kritisismenya
sepenuhnya dibawah pangaruh Rahman. Yang berjudul “Jurisprudence in the Early
Phase of Islam”, (Universitas Karachi, 1967), dan telah diterbitkan menjadi,
“The Early Develepment of Islamic Jurisprudence” (1970). Kini telah pula
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, “Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup” (1984).
Kedua, pengaruh Neomodernisme
Islam juga tampak mulai di Barat; “basis teoritis Jhon L. Esposito tentang
Ijtihad dan Ijma’, Sunnah dan Hadist, serta kritisismenya terhadap
gagasan-gagasan Barat senada, misalnya, memperlihatkan pengaruh jelas dari teori-teori
Rahman.
Ketiga, di Indonesia sendiri,
pemikiran Neomodernisme pada awalnya belum begitu dikenal. Baru kedua murid
Rahman yakni, Dr. Nucholis Madjid dan Dr. Ahmad Syarif Ma’arif, pulang dari
studi di Amerika (Chicago University), dan setelah karya-karyanya diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia, akhirnya intelektual muslim Indonesia mulai mengenal
pemikiran tersebut. Dan juga mantan Menag RI, Munawir sadzali, Prof. Dr. Harun
Nasution maupun juga KH. Abdurrahman Wahid.
Dan, secara intitusional,
hampir bisa di pastikan bahwa alur pemikiran keislaman yang akan dikembangkan
oleh IAIN Syarif Hidayatullah (Ciputat) Jakarta tampaknya senada dengan
Neomodernisme Islam. Hal ini dapat terlihat dari berbagai alur pemikiran yang
dikembangkan oleh alumninya terutama ditingkat pascasarjana.
VI.
Kesimpulan
Fazlur Rahman merupakan salah satu
tokoh pembaharu dalam Islam yang mengembangkan ilmu pengetahuan dari kandunagan
isi al-Quran yang bersifat jangka panjang, dari ayat-ayat Quraniyah kepada ayat-ayat Kauniyah.
Yang menggunakan metode a double movement,
yaitu dua dimensi pembedaan antara Islam
normatife dan Islam historis, Islam normatife adalah ajaran-ajaran al-Quran dan
Sunnah Nabi yang berbentuk nilai moral dan prinsip-prinsip dasar, sedangkan
Islam historis adalah penafsiran yang dilakukan terhadap ajaran dalam bentuknya
yang beragam. Dari metode a double
movement ini, Fazlur Rahman memberikan warna baru dalam aktifitas
intelektual pada generasi berikutnya.
Daftar
Pustaka
Muhammad
Azhar, Fiqih Kontemporer dalam Pandangan
Aliran Neomodernisme Islam (Yokyakarta: Lesiska, Cet. I, 1996)
Fazlur
Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Taufik
Adnan Amal, Motode dan Alternatif
Neomodernisme Islam (Bandung: Mizan,1987),
Fatah
Rosihan Affandi, Skripsi Study Analisis
Fazlur Rahman Tentang Manusia (Semarang: Fakultas Usuluddin IAIN Walisongo
Semarang, 2001).
Sutrisno,
Fazlur Rahman Kajian atas Metode,
Epistimologi,dan Sistem Pendidikan (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
Fazlur
Rahman, Islam Dan Modernitas Tantangan
Tranformasi Intelektual (Bandung: Pustaka, 1985)
[1] Muhammad Azhar, Fiqih Kontemporer dalam Pandangan Aliran
Neomodernisme Islam (Yokyakarta: Lesiska, Cet. I, 1996), hlm. 10.
[2] Ibid, hlm. 27-29.
[3] Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1-2.
[4] Muhammad Azhar, Op. Cit, hlm. 30.
[5] Abdul Sani, Lintas Sejaran
Pemikiran Modern Dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.
256-257.
[6] Muhammad Azhar, Op. Cit, hlm. 32.
[7] Ibid, hlm. 35.
[8] Ibid, hlm. 31.
[9] Taufik Adnan Amal, Motode dan Alternatif Neomodernisme Islam
(Bandung: Mizan,1987), hlm. 13-14.
[10]
Fazlur Rahman, Islam Dan
Modernitas Tantangan Tranformasi Intelektual (Bandung: Pustaka, 1985), hlm.
[11] Fatah Rosihan Affandi, Skripsi Study Analisis Fazlur Rahman Tentang
Manusia (Semarang: Fakultas Usuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2001).
[12] Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian atas Metode, Epistimologi,dan Sistem Pendidikan
(Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 66.
[13] Ibid, 71-72.
[14] Ibid, hlm. 84.
[15] Fazlur Rahman, Op. Cit, hlm. 54.
[16] Ibid, hlm. 105.